Membaca itu
tidak sekedar melihat. Sahabat yang baik akan lebih banyak 'membaca'
hati kita dari pada sekedar 'melihat' keadaan kita."
Seorang anak kecil yang sedang belajar membaca, bertanya kepada ayahnya yang sedang mengemudikan mobilnya, "Kenapa sih mobil di depan ada tulisan BELAJAR?"
"Oh, itu berarti mobil khusus untuk belajar stir, sayang. Om yang nyopir mobil itu sedang belajar setir mobil
Seorang anak kecil yang sedang belajar membaca, bertanya kepada ayahnya yang sedang mengemudikan mobilnya, "Kenapa sih mobil di depan ada tulisan BELAJAR?"
"Oh, itu berarti mobil khusus untuk belajar stir, sayang. Om yang nyopir mobil itu sedang belajar setir mobil
."
"Lalu kenapa truk yang di sebelahnya ada tulisan AWAS REM MENDADAK?"
"Maksudnya, itu untuk peringatan mobil di belakangnya, bahwa sewaktu-waktu sopirnya bisa menginjak rem dan berhenti mendadak. Supaya tidak tabrakan!"
"Oh, maksudnya supaya kendaraan yang lain hati-hati?"
"Iya nak, benar sekali."
"Kan udah ada lampu rem yang menyala, atau lampu kedip-kedip kalau mau belok?"
"Benar, tetapi pemilik mobil di depan mungkin merasa belum cukup untuk hanya sekedar memberitahu kendaraan dibelakangnya dengan lampu rem atau lampu sein! Mereka memasang tulisan di belakang agar kendaraan lain waspada. Orang perlu membaca dari pada sekedar melihat tanda."
Benar, seperti kata si Ayah di atas. Seperti komunikasi di jalan raya, semua orang sebenarnya dikaruniai kemampuan untuk "melihat" tanda-tanda tetapi jarang yang mampu untuk "membaca" tanda-tanda itu. Ketika orang terdiam, kita hanya melihat dia sedang bad-mood, dan tidak berusaha "membaca" apa yang terjadi dengan dirinya. Ketika orang marah-marah, kita hanya melihat kemarahannya saja, dan tidak pernah "membaca" dengan sungguh-sungguh ada apa di balik kemarahannya. Kita cenderung melihat hanya "lampu rem" dan "lampu sein", tanpa pernah tahu maksud sesungguhnya kenapa mereka menginjak rem atau menyalakan lampu sein.
Menjadi sahabat yang baik tidak hanya "melihat" mereka sebagai teman dalam segala keadaannya, tetapi juga bisa "membaca" apa yang sedang terjadi di dalam hati sesungguhnya, memahaminya serta ikut merasakannya.
Kita semua adalah anak kecil di atas yang sesungguhnya sedang belajar "membaca", sedang belajar untuk bisa “ber-empathy”
"Lalu kenapa truk yang di sebelahnya ada tulisan AWAS REM MENDADAK?"
"Maksudnya, itu untuk peringatan mobil di belakangnya, bahwa sewaktu-waktu sopirnya bisa menginjak rem dan berhenti mendadak. Supaya tidak tabrakan!"
"Oh, maksudnya supaya kendaraan yang lain hati-hati?"
"Iya nak, benar sekali."
"Kan udah ada lampu rem yang menyala, atau lampu kedip-kedip kalau mau belok?"
"Benar, tetapi pemilik mobil di depan mungkin merasa belum cukup untuk hanya sekedar memberitahu kendaraan dibelakangnya dengan lampu rem atau lampu sein! Mereka memasang tulisan di belakang agar kendaraan lain waspada. Orang perlu membaca dari pada sekedar melihat tanda."
Benar, seperti kata si Ayah di atas. Seperti komunikasi di jalan raya, semua orang sebenarnya dikaruniai kemampuan untuk "melihat" tanda-tanda tetapi jarang yang mampu untuk "membaca" tanda-tanda itu. Ketika orang terdiam, kita hanya melihat dia sedang bad-mood, dan tidak berusaha "membaca" apa yang terjadi dengan dirinya. Ketika orang marah-marah, kita hanya melihat kemarahannya saja, dan tidak pernah "membaca" dengan sungguh-sungguh ada apa di balik kemarahannya. Kita cenderung melihat hanya "lampu rem" dan "lampu sein", tanpa pernah tahu maksud sesungguhnya kenapa mereka menginjak rem atau menyalakan lampu sein.
Menjadi sahabat yang baik tidak hanya "melihat" mereka sebagai teman dalam segala keadaannya, tetapi juga bisa "membaca" apa yang sedang terjadi di dalam hati sesungguhnya, memahaminya serta ikut merasakannya.
Kita semua adalah anak kecil di atas yang sesungguhnya sedang belajar "membaca", sedang belajar untuk bisa “ber-empathy”
Komentar :
Posting Komentar