translate languages

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

3 Jul 2011

Mengutamakan Etika

alt
Tabib terkenal dari Dinasti Ming, Wan Quan menunjukkan profesionalisme, akhlak yang mulia, dan menjunjung tinggi kode etik dikisahkan dalam sebuah cerita yang sejak lama telah diturunkan secara turun temurun.
Wan Quan adalah seorang tabib yang disegani pada Dinasti Ming. Ia dilahirkan pada Tahun  ke-11 Hongzhi (1498 M) di daerah yang saat ini adalah Luotian di Propinsi Hubei.

Bukan saja karena ia sangat terampil dalam seni meramu obat, ia bahkan lebih dikagumi karena tingkah lakunya yang luhur. Dia dikenal dengan sifat yang sangat peduli dan pemaaf, dan memperlakukan sama terhadap semua pasien, tidak menaruh dendam atas percekcokan masa lalu.

Wan pernah mempunyai perselisihan dengan seorang  yang sekampung dengannya bernama Hu Yuanxi. Kemudian, anak Hu yang berumur empat tahun menderita penyakit yang aneh, termasuk batuk dan muntah darah. Selama delapan bulan Hu mencari pengobatan dari berbagai tabib terkenal, namun tanpa hasil. Akhirnya, ketika tidak ada pilihan lagi, Hu dengan enggan meminta bantuan Wan.

Hidup dengan prinsip "menyelamatkan kehidupan merupakan hal utama," Wan langsung pergi tanpa berpikir dua kali untuk melihat kondisi anak Hu. Setelah melakukan diagnosis, Wan mengatakan kepada Hu bahwa ia dapat mengobati penyakit putranya, tetapi akan memakan waktu sekitar satu bulan. Setelah minum lima dosis obat yang diberikan Wan, terasa kondisi anak itu membaik.

Namun karena perselisihan masa lalu, Hu bersikap waspada terhadap Wan. Hu menduga bahwa Wan mungkin tidak sepenuh hati memberikan perawatan yang diperlukan, sehingga Hu beralih ke tabib lain bernama Wan Shao.

Orang-orang menyarankan Wan Quan, "Karena Hu tidak suka pada anda, mengapa anda tidak pergi meningalkannya." Wan Quan menjawab, "Hu hanya memiliki satu putra ini. Tidak ada orang lain yang dapat mengobati penyakitnya. Jika saya pergi, Hu tidak akan datang kepada saya untuk meminta bantuan lagi. Hal ini akan menunda pengobatan anaknya. Jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada anak ini, saya akan tetap merasa bertanggung jawab."

Wan berkata, "Saya harus tinggal di sini untuk melihat bagaimana tabib lain merawatnya. Jika tabib lain merawatnya dengan benar, saya akan pergi, tetapi jika tidak atau tidak tepat, saya akan mencoba cara yang terbaik untuk menghentikannya. Jika saya tidak bisa menghentikannya, masih belum terlambat bagi saya untuk meningalkannya."

Ketika Wan Quan melihat resep Wan Shao, Ia tahu resep itu tidak cocok untuk anak itu, yang hidupnya bisa beresiko jika ia meminum obat seperti yang diresepkan Wan Shao, sehingga Wan Quan menunjukkan hal ini dengan sungguh-sungguh kepada Wan Shao. Namun, Wan Shao menolak untuk mendengarkan dan dengan keras kepala ia bersikeras menggunakan caranya. Hu, yang ada di sana mendengarkan percakapan tersebut, juga tidak bisa menerimanya dan berpihak pada Wan Shao. Wan Quan mengatakan kepada Wan Shao dengan sangat serius, "Saya tidak iri pada anda. Saya hanya prihatin terhadap anak itu."

Melihat situasi bahwa tidak ada yang menuruti nasihatnya, Wan Quan memutuskan untuk pergi. Tapi dia masih sangat prihatin terhadap kondisi anak itu. Sebelum berangkat, ia menyentuh kepala anak itu dengan lembut dan berkata kepada ayahnya, "Saya tidak akan memberi obat baru ini dengan dosis penuh. Saya akan mulai dari dosis yang rendah. Akan sayang jika kondisinya harus kembali menurun. Jika hal itu terjadi, apa yang akan anda lakukan? "

Setelah meminum secangkir kecil obat baru tersebut, kondisi kesehatan anak itu kembali menurun, persis seperti yang telah diprediksi Wan Quan. Anak itu menangis, "Saya lebih suka minum obat Wan Quan. tabib baru ini mencoba meracuni saya."

Hu Yuanxi sangat menyesal dan dengan gelisah pergi meminta bantuan Wan Quan lagi. Wan Quan tidak membiarkan apa yang telah terjadi sebelumnya mengganggunya. Dia mengatakan kepada Hu, "Jika anda mendengarkan saya sebelumnya, ini tidak akan terjadi. Sekarang jika anda benar-benar ingin saya untuk mengobati anak anda, anda harus percaya pada saya sepenuhnya. Tolong beri saya waktu sebulan dan saya akan merawatnya. "

Hu menyerahkan anaknya untuk dirawat Wan Quan. Perawatannya hanya membutuhkan waktu 17 hari bagi anak itu untuk pulih sepenuhnya. Keluarga Hu sangat berterima kasih kepada Wan Quan. (Epochtimes/sri)

Raja Dan Pohon

Pohon Besar

Dahulu ada seorang raja yang sombong, dia ingin membangun sebuah istana, lalu dia  memerintahkan para menterinya dan berkata, “Pergi ke hutan carilah sebatang pohon yang paling besar dan paling tinggi, tebang pohon tersebut saya ingin membangun istana saya.”  Para menteri pergi kehutan mencari, akhirnya mereka menemukan sebatang pohon yang paling besar dan paling tinggi . Disekeliling tempat itu tidak ada pohon yang lebih besar daripadanya. Lalu mereka melapor kepada raja, “Baginda, kami telah menemukan pohon yang paling besar dan paling tinggi, besok pagi kami akan ke hutan dan menebang pohon itu.”

Raja merasa sangat gembira lalu pergi tidur, didalam tidurnya raja bermimpi yang aneh, seorang dewa yang tinggal didalam pohon berkata kepadanya, “Raja, tolong jangan musnahkan tempat tinggalku, jika engkau berbuat demikian maka saat kampak menancap sekali kepohon maka raja akan menderita kesakitan, yang akhirnya akan membuat raja meninggal.” Dengan sombong raja berkata, “Engkau adalah pohon yang paling bagus yang terdapat dihutan ini, saya harus menebangmu untuk dijadikan bahan membangun istanaku.”

Dewa pohon memohon, tetapi raja bersikeras tetap akan menebang pohon tersebut. Akhirnya dewa pohon berkata, “Baiklah, engkau boleh menebangnya, tetapi tolong jangan seperti biasanya menebang dari bagian bawah sekali tebang, tolong perintahkan orangmu menebang dari dahan yang paling atas perlahan ditebang sampai kebawah, sampai dahan tersebut habis.” Setelah mendengar perkataan dewa pohon, raja merasa terkejut dan berkata, “Jika seperti itu menebangnya, bukankah engkau semakin menderita?”

Dewa pohon berkata, “Memang benar seperti katamu, saya hanya memikirkan keadaan ekosistem didalam hutan tersebut, sehingga menyarankan engkau berbuat demikian, engkau tahu saya adalah sebatang pohon yang sangat besar, jika sekali tebang tumbang, saya akan menimpa banyak pohon kecil yang berada disekeliling saya, bahkan akan banyak membunuh binatang kecil. Burung kecil dan serangga kecil akan kehilangan tempat tinggal, banyak pohon kecil akan mati tertimpah, dengan menebang sedikit demi sedikit dari atas turun kebawah, maka penderitaan mereka semakin sedikit.”

Pada saat ini raja terbangun, dia berpikir, “Dewa pohon akan sangat menderita, tetapi dia tetap melindungi pohon-pohon kecil dan binatang kecil supaya tidak menderita, dewa pohon ini sungguh gagah dan berbelas kasih! Sedangkan saya menebang pohon, demi untuk menikmati kemewahan dan kesombongan saya sendiri, saya sungguh egois. Saya tidak akan menebang pohon ini lagi, bahkan saya harus berterima kasih dan memberi hormat kepadanya.”

Maka keesokan harinya raja pergi kehutan, memberi hormat dan berterima kasih kepada dewa pohon. Mulai saat itu dia berubah menjadi seorang raja yang penuh belas kasih dan sangat adil kepada rakyatnya. (Erabaru/hui)

Mengembalikan Emas mendapatkan Emas

Di Shantung adalah seorang pedagang kaya bernama Chang Lauhan, dahulu dia adalah seorang petani yang sangat miskin, tetapi orangnya sangat jujur dan baik. Pada suatu hari ketika Chang Lauhan sedang berjalan dipasar, dia melihat ada sebuah tas kulit tergeletak di jalan, ketika dia membuka tas tersebut didalam tas seluruhnya berisi emas, lalu dia berpikir orang yang kehilangan tas yang demikian berharga ini pasti sangat panik, oleh sebab itu dia duduk dipinggir jalan menunggu pemilik tas ini, setelah menunggu beberapa lama, ia melihat seorang wanita yang sedang menangis dengan sedih berjalan ke arahnya, setelah bertanya dan memastikan tas berisi emas ini milik wanita ini, Chang Lauhan mengembalikannya kepadanya.

Pemilik emas ini setelah mendapatkan kembali tasnya merasa sangat gembira, dia lalu memberikan uang kepada Chang Lauhan sebagai imbalan, tetapi Chang Lauhan bersikeras tidak menerima pemberian.

Pada saat ini istri Chang Lauhan yang mengantar nasi kepada Chang tiba ditempat ini, mendengar pembicaraannya dengan pemilik tas tersebut, dengan lugu dia berkata kepada pemilik tas ini,” Saya sering mendengar orang mengatakan emas, tetapi bagaimana bentuk emas tersebut saya sama sekali tidak pernah melihatnya, dapatkah engkau memperlihatkan kepada saya bagaimana bentuk emas itu?” Pemilik tas itu segera membuka tasnya menunjukkan emas itu kepada istri Chang.

Setelah pemilik emas itu berlalu dari tempat itu, istri Chang membalikkan badannya berkata kepada suaminya, “Ketika saya sedang mencari kayu bakar di hutan, waktu itu hampir sampai di tepi jurang, saya pernah lihat di sebuah gua terpencil, didalamnya banyak sekali emas yang seperti tadi dibawa ibu tersebut. Namun saya tidak tahu bahwa itu adalah emas dan berharga, jadi saya biarkan saja."

Setelah mendengar perkataan istrinya, Chang lalu mengajak istrinya ke tempat dia menemukan emas tersebut, benar saja ketika mereka sampai disana ternyata gua terpencil itu adalah tempat harta karun emas, akhirnya mereka berdua memasukkan emas-emas tersebut kedalam goni membawanya pulang ke rumah mereka, mulai saat itu mereka menjadi orang kaya.

Emas tersebut yang berada dalam gua memang dikaruniakan Tuhan untuk mereka berdua, hanya Tuhan mencoba menguji mereka, sehingga Chang mendapatkan emas, untuk melihat kedua suami istri ini apakah mereka memang orang yang jujur? Mereka berdua melewati ujian tersebut, dengan jujur mengembalikan emas tersebut kepada pemiliknya. Akhirnya Tuhan menyerahkan semua emas yang didalam gua itu ke tangan mereka. Semua itu bukanlah kebetulan mereka temukan, coba bayangkan gua yang penuh emas itu sudah demikian lama berada disana tidak ada  yang bisa menemukannya. Bukankah itu hal yang aneh? (Erabaru/hui)

Pentingannya menepati janji

Dahulu kala, sangat sedikit orang asing yang berkunjung ke daerah selatan Gunung Himalaya Nepal. Kemudian, banyak orang Jepang datang. Menurut cerita, mereka tertarik oleh sebuah kisah tentang seorang anak muda Nepal yang teguh menepati janjinya.

Lebih dari satu dekade yang lalu, pada suatu hari, beberapa fotografer Jepang mengambil foto di daerah pegunungan Nepal untuk proyek mereka. Mereka berkunjung ke sebuah desa di ketinggian 1500 meter. Desa ini tidak memiliki air, listrik atau jalan yang bisa dilalui mobil. Setelah bekerja keras, mereka ingin minum bir untuk menghangatkan badan. Karena harus melalui jalan gunung yang berbahaya, mereka sebisa mungkin mengurangi beban yang dibawa, sehingga mereka tidak membawa satu botol birpun selama perjalanan.enerjemah, Qi mengatakan kepada fotografer bahwa dia bisa turun ke desa kecil di kaki gunung untuk membeli bir Jerman untuk mereka. Fotografer merasa ragu-ragu pada awalnya. Jarak desa itu sangatlah jauh. Tapi Qi bersikeras bahwa ia cepat dan bisa kembali sebelum gelap. Benar saja, Qi datang sebelum gelap dengan lima botol bir dalam tas kanvas kecilnya.

Keesokan harinya, Qi secara sukarela membeli bir untuk para fotografer lagi. Para fotografer memberinya uang lebih banyak dan tas kanvas yang lebih besar. Namun, Qi tidak kembali malam itu. Keesokan paginya ketika fotografer bertanya tentang dirinya, para penduduk desa mengatakan bahwa Qi mungkin telah melarikan uang mereka.

Penduduk desa bercerita bahwa rumah Qi sebenarnya berada di desa lain dan ia hanya belajar di desa ini. Fotografer merasa menyesal. Mereka berpikir seharusnya mereka tidak mencemari kemurnian anak-anak dengan uang.
Di tengah malam, mereka mendengar ketukan di pintu. Ketika membuka pintu, mereka melihat Qi dengan badan penuh lumpur. Seluruh pakaiannya compang-camping dan terdapat memar di sekujur tubuhnya. Qi menjelaskan bahwa ia hanya bisa membeli empat botol bir di desa pertama. Ia harus mendaki gunung lagi agar sampai di sebuah desa lain untuk membeli enam botol sisanya. Sayangnya, ia jatuh dan memecahkan tiga botol bir yang dibawanya. Qi kemudian menyerahkan bir, uang kembalian dan botol bir yang pecah kepada mereka.
Para fotografer Jepang ini sangat terharu. Mereka menutup wajah mereka dengan tangan dan menangis. Mungkin mereka malu karena telah meragukan kejujuran Qi. Cerita ini kemudian tersebar di Jepang. Setiap orang yang mendengarnya sangat tersentuh dan ingin bertemu dengan remaja sederhana ini yang dengan teguh menepati kata-katanya. Mereka tertarik mengunjungi daerah pegunungan di mana ia dibesarkan. Akibatnya, seiring waktu, kian banyak wisatawan Jepang yang datang ke daerah ini.

Baru-baru ini, seorang pemuda, Wang Zhengyang, dari Sichuan menceritakan sebuah kisah tentang bagaimana ia menepati janjinya. Wang Zhengyang baru saja lulus dari Sekolah Bahasa Asing Chengdu tahun ini. Saat ini, Ia sedang melanjutkan studinya di Swarthmore College di Amerika Serikat. Dulu saat ia baru lulus sekolah, ia mengajukan permohonan beaswiswa ke berbagai universitas ternama di Amerika. Pada Tahun Baru China ini, dia mendapatkan beasiswa sebesar $ 44.670 dari Swarthmore karena prestasinya yang gemilang. Karena memutuskan untuk menerima beasiswa dari Swarthmore College ini, ia menulis surat ke perguruan tinggi lainnya, termasuk Harvard University, untuk menghentikan proses aplikasi lamarannya.

Namun, pada bulan Maret, Wang Zhengyang menerima surat penerimaan dari Harvard University, dan bersama beasiswa sejumlah $ 59,350. Akhirnya, ia memutuskan untuk tidak pergi ke Harvard karena dia sudah menyetujui tawaran Swarthmore College. Guru Wang, Sun Jiling, tidak terkejut sama sekali dan berkata: "Dia tidak membuat janji dengan mudah, tapi begitu Ia membuatnya, dia akan menepatinya hingga akhir."

Pada masa Tiongkok kuno, ada perkataan seperti ini: "Sekali sepatah kata terucap, bahkan empat ekor kuda tidak bisa membawanya kembali," dan "sebuah janji bernilai seribu keping emas."

Orang jaman dahulu menaruh perhatian besar dalam hal memegang janji. Qi Duoli dan Wang Zhengyang adalah pemuda dari negara yang berbeda, namun komitmen mereka untuk menepati janji menunjukkan nilai dari sifat karakter mulia ini. (Erabaru/ana)