Konon, dahulu kala ada sebuah kerajaan. Tidak disebutkan oleh
pencerita apa nama kerajaan itu. Menurut cerita, kerajaan itu cukup
besar. Negerinya kaya raya sehingga penghasilan rakyat melimpah ruah.
Rajanya adil dan bijaksana. Kekayaan kerajaan bukan hanya dinikmati raja
dan keluarganya, tetapi rakyat pun turut menikmati. Pantaslah jika
kerajaan itu selalu dalam suasana tenteram dan damai. Dengan
kerajaan-kerajaan lain pun, tidak pernah terjadi silang sengketa
sehingga mereka dapat hidup berdampingan secara damai.
Sayang,
ketenteraman itu tidak bertahan lama. Tidak disangka-sangka musibah
datang menimpa mereka. Mereka bukan diserang musuh yang iri pada
kemakmuran dan kerukunan kerajaan, tetapi oleh burung raksasa yang
tiba-tiba muncul. Langit menjadi gelap gulita karena tubuh burung itu
amat besar. Kepak sayapnya memekakkan telinga.
Karena serbuan
burung raksasa itu demikian mendadak, rakyat kerajaan panik luar biasa.
Mereka bingung dan tidak tahu akan berbuat apa menghadapi suasana itu.
Mereka menyangka kiamat sudah datang.Dalam sekejap mata,
kerajaan itu musnah binasa dengan segala isinya. Bangunan rata dengan
tanah. Pohon-pohon bertumbangan. Rakyat dijemput maut tertimpa pohon
atau terbenam dalam reruntuhan rumah dan gedung mereka.
Ibarat
sebuah negeri kalah perang, kerajaan yang sebelumnya subur makmur itu
menjadi sebuah lapangan terbuka. Tiada tumbuhan, hewan, dan manusia di
sana, kecuali raja bersama permaisuri dan ketujuh putrinya. Mereka
bingung dan takut, barangkali datang serangan kedua. Jika hal itu
terjadi, tamatlah riwayat mereka. Dengan mudah burung raksasa itu
melihat mereka sebab tidak selembar daun lalang pun dapat dijadikan
tempat untuk berlindung.Akan tetapi, mereka tetap bersyukur
kepada Tuhan karena terhindar dari malapetaka. Tuhan yang Mahabesar
masih menginginkan kehadiran mereka di dunia.
Dalam keadaan tidak menentu itu mereka dikagetkan lagi dengan kejadian yang membuat mereka semakin putus asa. Entah dari mana datangnya, tiba-tiba seekor ular raksasa hadir di depan mereka. Ular itu mengangakan mulutnya sehingga lidahnya yang besar dan berbisa bergerak-gerak keluar masuk mulutnya. Raja bersama permaisuri dan ketujuh putri berkumpul menjadi satu kelompok. Mereka sating merangkul. Raja berpikir, jika harus mati, biarlah mereka mati bersama menjadi mangsa ular raksasa itu.
“Paduka
tak usah takut,” tiba-tiba ular itu berkata. “Hamba tidak akan
mengganggu Paduka, permaisuri, dan putri-putri Paduka, asalkan Paduka
mengabulkan permohonan hamba.”
Rasa takut raja sekeluarga berkurang mendengar ular itu dapat berbicara seperti manusia.
“Siapakah engkau? Apakah keinginanmu?” tanya sang raja.
“Nama hamba Dandaung. Ular Dandaung,” ujar ular raksasa itu. “Hamba ingin memperistri salah seorang putri Paduka.”
“Nama hamba Dandaung. Ular Dandaung,” ujar ular raksasa itu. “Hamba ingin memperistri salah seorang putri Paduka.”
Tertegun
sejenak sang raja mendengar permintaan Ular Dandaung. Seekor ular
raksasa ingin memperistri anaknya? Tidak masuk akal ular menikah dengan
manusia. la tidak berani menolak karena takut akibatnya.
“Aku
tidak menolak, tetapi juga tidak menerima lamaranmu,” sahut sang raja.
“Aku harus menanyakan hal ini kepada putriku satu per satu!”
“Hamba bersedia menjadi istrinya,” kata putri bungsu ketika ditanya ayahandanya.
Tentu saja kakak-kakaknya mengejek putri bungsu. Berbagai cemooh mereka lontarkan, tetapi putri bungsu menerimanya dengan tabah. Pendiriannya tidak tergoyahkan.
Pada suatu matam, putri bungsu terbangun dari tidur. Ia amat kaget karena bukan Ular Dandaung yang berbaring di sisinya melainkan seorang permuda tampan. Belum habis rasa herannya, pemuda itu berkata, “Aku bukan orang lain, aku suamimu si Ular Dandaung. Aku seorang raja yang Baru terbebas dari kutukan.”
Di kemudian hari terbukti bahwa di samping seorang raja yang tampan, Ular Dandaung juga seorang yang mempunyai kehebatan. Dengan kesaktiannya, burung raksasa yang menghancurkan kerajaan mertuanya dapat ditaklukkan dan dibunuh. Ia juga menciptakan sebuah kerajaan Baru, lengkap dengan segala peralatan dan rakyatnya.
Ketika mertuanya tidak mampu memerintah lagi, Ular Dandaung menggantikannya dan putri bungsu menjadi permaisurinya.
Komentar :
Posting Komentar