Butuh
waktu yang panjang untuk menyiapkan seekor jerapah untuk siap hidup
mandiri di alamnya. Saat lahir, seekor bayi jerapah harus jatuh dari
kandungan induknya yang setinggi 3 meter dan biasanya mendarat pada
bagian belakangnya. Dalam bebebrapa detik, ia akan berputar dan kakinya
terlipat dibawah tubuhnya. Dengan posisi seperti ini, ia pertama kali
melihat dunia. Kemudian, ia harus mengibaskan tubuhnya untuk
membersihkan mata dan telinganya dari sisa air ketuban. Dan induk
jerapah itu dengan kasar memperkenalkan anaknya kepada kehidupan hutan
yang keras.
Dalam
bukunya yang berisi suatu gambaran tentang kehidupan di rimba, Garu
Richmond bercerita tentang saat pertama kali seekor bayi jerapah belajar
untuk hidup di dalam rimba yang keras. Induk jerapah akan menundukkan
lehernya untuk melihat bayinya. Kemudian, si induk jerapah melakukan
suatu hal yang tidak dapat diterima akal sehat. Induk jerapah
mengayunkan kakinya dan menendang bayinya berada di atas tumit. Tetapi,
bila si bayi belum juga berdiri, proses kekerasan ini akan terus
diulangi. Selama tumit bayi jerapah masih lemah, induk jerapah akan
menendangnya kembali untuk mendorong si bayi agar mencoba untuk berdiri.
Akhirnya, si bayi pun dapat berdiri untuk pertama kalinya dengan
kakinya yang lemah.
Kemudian,
induk jerapah melakukan suatu hal yang luar biasa, yakni menendang
bayinya hingga terjatuh kembali. Mengapa? Induk jerapah ingin mengajar
bayinya, bagaimana ia harus bangkit kembali setelah terjatuh. Didalam
rimba yang keras yang menjadi tempat tinggalnya, bayi jerapah harus
dapat segera bangkit kembali setelah terjatuh sehingga tidak terpisah
dari kelompoknya agar aman dari singa, harimau, dan serigala yang sering
memburu bayi jerapah. Bila induk jerapah tidak mengajar bayinya untuk
cepat bangun setelah ia terjatuh, bayinya akan menjadi mangsa binatang
buas.
Sama halnya dengan pendidikan Kristus akan berlangsung terus menerus sampai kita diubah menjadi serupa denganNya.
Komentar :
Posting Komentar