translate languages

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

17 Okt 2012

Dari Jendela Ke Jendela


Photo: Dari Jendela ke Jendela

Dari jendela ke jendela mereka meminta uang. Mereka tak ragu untuk langsung mengatakan, ‘om minta uang om’. Dari mana mereka dan akan ke mana mereka, mungkin tak pernah dipusingi oleh orang-orang dibalik jendela-jendela itu.

Ada yang membuka jendelanya dan menyodorkan uang. Celah jendela yang terbuka pun lebarnya hanya cukup untuk memindahkan uang dari dalam ke luar. Berapa banyak dari kita yang sering menemui mereka yang adalah anak-anak pada masa usia sekolah ini? Mereka bisa kita temui hampir di setiap lampu lalu lintas, bahkan mereka bisa muncul di depan pagar rumah anda.

Banyak dari mereka yang tidur di jembatan penyeberangan, di pinggir jalan, dan di tempat-tempat lainnya yang tidak mengganggu orang lain namun menghiasi pemandangan mata Anda.

Ada satu kisah tentang mereka. Suatu hari, salah satu dari mereka menghampiri mobil yang dikendarai oleh seorang pemuda berdasi. Seperti biasa, anak itu segera memainkan alat musik sekadarnya yang dibuat dari botol plastik diisi dengan pasir.

Baru satu baris dia melantunkan lagu, si pemuda berkata, “Dik, sudah, tidak perlu bernyanyi lagi, saya sedang pusing siang ini”. Lalu pemuda itu melanjutkan, “Mungkin adik bisa menjawab saya, menurut adik apa yang dicari oleh orang seperti saya ini?” “Teman bermain”, jawabnya sederhana. Si pemuda diam sejenak sambil memperhatikan lampu lalu-lintas yang segera berubah menjadi hijau. Dia menjadi kikuk dan tidak memperhatikan adik kecil itu lagi. Anak itu pun pergi karena mobil-mobil akan segera melaju.

“Teman bermain”, si pemuda berbisik sendiri di dalam mobil. Lama dia merenung hingga dia terhenti oleh lampu lalu lintas lagi. Kali ini dia memperhatikan anak-anak lalu-lintas itu riang bermain dan bercengkerama bersama. Mereka tampaknya tidak beranjak mencari uang dari balik jendela mobil-mobil kali ini. Pemandangan itu menyentuh hati si pemuda.

“Ah di mana teman-temanku? Melihat mereka hanya melalui dunia internet. Kotak pesanku tidak pernah kuperhatikan. Pesan yang ada juga hampir tidak pernah kubalas. Walau hari demi hari aku ditemani oleh para pebisnis, namun yang kami mainkan berujung pada keuntungan dan bagaimana memanfaatkan peluang ekonomi yang ada. Kami masing-masing tidak peduli apa yang dirindukan oleh hati untuk mencurahkan kasih yang telah ada sejak semula”.

Lihat mereka, tidak tau bagaimana dinamisnya gejolak ekonomi namun bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Mencurahkan kesenangan dan kesusahan bersama. Membagi keuntungan yang ada. Walau dunia ini bisa merapuhkan kejujuran dan kepolosan mereka, namun keriangan mereka bersama tidak bisa direnggut. Walau dunia ini merenggut hak-hak mereka, namun mereka bisa menyarankan bahwa Anda butuh teman bermain.Dari jendela ke jendela mereka meminta uang. Mereka tak ragu untuk langsung mengatakan, ‘om minta uang om’. Dari mana mereka dan akan ke mana mereka, mungkin tak pernah dipusingi oleh orang-orang dibalik jendela-jen
dela itu.




Ada yang membuka jendelanya dan menyodorkan uang. Celah jendela yang terbuka pun lebarnya hanya cukup untuk memindahkan uang dari dalam ke luar. Berapa banyak dari kita yang sering menemui mereka yang adalah anak-anak pada masa usia sekolah ini? Mereka bisa kita temui hampir di setiap lampu lalu lintas, bahkan mereka bisa muncul di depan pagar rumah anda.




Banyak dari mereka yang tidur di jembatan penyeberangan, di pinggir jalan, dan di tempat-tempat lainnya yang tidak mengganggu orang lain namun menghiasi pemandangan mata Anda.




Ada satu kisah tentang mereka. Suatu hari, salah satu dari mereka menghampiri mobil yang dikendarai oleh seorang pemuda berdasi. Seperti biasa, anak itu segera memainkan alat musik sekadarnya yang dibuat dari botol plastik diisi dengan pasir.




Baru satu baris dia melantunkan lagu, si pemuda berkata, “Dik, sudah, tidak perlu bernyanyi lagi, saya sedang pusing siang ini”. Lalu pemuda itu melanjutkan, “Mungkin adik bisa menjawab saya, menurut adik apa yang dicari oleh orang seperti saya ini?” “Teman bermain”, jawabnya sederhana. Si pemuda diam sejenak sambil memperhatikan lampu lalu-lintas yang segera berubah menjadi hijau. Dia menjadi kikuk dan tidak memperhatikan adik kecil itu lagi. Anak itu pun pergi karena mobil-mobil akan segera melaju.




“Teman bermain”, si pemuda berbisik sendiri di dalam mobil. Lama dia merenung hingga dia terhenti oleh lampu lalu lintas lagi. Kali ini dia memperhatikan anak-anak lalu-lintas itu riang bermain dan bercengkerama bersama. Mereka tampaknya tidak beranjak mencari uang dari balik jendela mobil-mobil kali ini. Pemandangan itu menyentuh hati si pemuda.




“Ah di mana teman-temanku? Melihat mereka hanya melalui dunia internet. Kotak pesanku tidak pernah kuperhatikan. Pesan yang ada juga hampir tidak pernah kubalas. Walau hari demi hari aku ditemani oleh para pebisnis, namun yang kami mainkan berujung pada keuntungan dan bagaimana memanfaatkan peluang ekonomi yang ada. Kami masing-masing tidak peduli apa yang dirindukan oleh hati untuk mencurahkan kasih yang telah ada sejak semula”.




Lihat mereka, tidak tau bagaimana dinamisnya gejolak ekonomi namun bisa memanfaatkan waktu dengan baik. Mencurahkan kesenangan dan kesusahan bersama. Membagi keuntungan yang ada. Walau dunia ini bisa merapuhkan kejujuran dan kepolosan mereka, namun keriangan mereka bersama tidak bisa direnggut. Walau dunia ini merenggut hak-hak mereka, namun mereka bisa menyarankan bahwa Anda butuh teman bermain.


maspeypah
  • Digg
  • Facebook
  • Google
  • StumbleUpon
  • TwitThis

Artikel Menarik Lainnya



Komentar :

ada 0 comment ke “Dari Jendela Ke Jendela”

Posting Komentar