translate languages

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

5 Des 2011

Sebuah Ciuman Selamat Tinggal

Aku besar di San Pedro. Ayahku seorang nelayan, dan ia cinta sekali pada lautan. Ia mempunyai kapal sendiri, meski berat sekali mencari mata pencaharian di laut. Ia kerja keras sekali dan akan tetap tinggal di laut sampai ia menangkap cukup ikan untuk memberi makan keluarga. Bukan cuma cukup buat keluarga kami sendiri, tapi juga untuk ayah dan ibunya dan saudara - saudara lainnya yang masih dirumah.

Ayahku sosoknya besar, orangnya kuat dari menarik jala dan memerangi lautan demi mencari ikan. Asal kau dekat saja padanya, wuih, bau dia sudah mirip kayak lautan. Ia gemar memakai mantel cuaca-buruk tuanya yang terbuat dari kanvas dan pakaian kerja dengan kain penutup dadanya. Topi penahan hujannya sering ia tarik turun menutupi alisnya. Tak peduli berapapun ibuku mencucinya, tetap akan tercium bau lautan dan amisnya ikan.

Kalau cuaca buruk, ia akan mengantarku ke sekolah. Ia punya mobil truk tua yang dipakainya dalam usaha perikanan ini. Truk itu bahkan lebih tua umurnya daripada ayahku. Bunyinya meraung dan berdentangan sepanjang perjalanan. Sejak beberapa blok jauhnya kau sudah bisa mendengarnya. Saat ayah mengantarku menggunakan truk menuju sekolah, aku merasa menciut ke dalam tempat duduk, berharap semoga bisa menghilang. Hampir separuh perjalanan, ayah sering mengerem mendadak dan lalu truk tua ini akan menyemburkan suatu kepulan awan asap. Ia akan selalu berhenti di depan sekali, dan kelihatannya setiap orang akan berdiri mengelilingi dan menonton. Lalu ayah akan menyandarkan diri ke depan, dan memberiku sebuah ciuman besar pada pipiku dan memujiku sebagai anak yang baik. Aku merasa agak malu, begitu risih. Maklumlah, aku sebagai anak umur dua-belas, dan ayahku menyandarkan diri kedepan dan menciumi aku selamat tinggal!

Hingga suatu hari. kuputuskan untuk untuk memberitahunya sebenarnya aku terlalu tua untuk suatu kecupan selamat tinggal. Waktu kami sampai kesekolah dan berhenti, seperti biasanya ayah sudah tersenyum lebar.Ia mulai memiringkan badannya kearahku, tetapi aku mengangkat tangan dan berkata, "Jangan, ayah".


Itu pertama kali aku berkata begitu padanya, dan wajah ayah tampaknya begitu terheran. Aku bilang, "Ayah, aku sudah terlalu tua untuk ciuman selamat tinggal. Sebetulnya aku sudah terlalu tua bagi segala macam kecupan".

Ayahku memandangiku untuk saat yang lama sekali, dan matanya mulai basah.

Belum pernah kulihat dia menangis sebelumnya. Ia memutar kepalanya, pandangannya menerawang menembus kaca depan. "Kau benar", katanya. "Kau sudah jadi pemuda besar……seorang pria. Aku tak akan menciumimu lagi", lanjutnya.

Mendengar hal itu, aku merasa lega sekali karena bisa terlepas dari "kecupan selamat tinggal" yang selalu diberikan ayahku padaku itu. akan tetapi, setelah melihat reaksinya, aku jadi sedikit ikut merasa bersalah kepada ayahku.

Tidak berselang lama, ayah pergi melaut. sebagian besar armada kapal nelayan merapat dipelabuhan, tapi kapal ayah tidak. pada saat itu aku berpikir, "mungkin hari ini hasil tangkapannya sedikit, hingga Ia masi dilaut untuk menangkap ikan", maklum, Ia punya keluarga besar yang harus diberi makan", pikirku.

Detikpun berganti menit. Menitpun berganti jam. sudah berjam-jam kami menunggu, Akan tetapi ayahku belum juga kembali, Akhirnya akupun mengajak para nelayan yang lain untuk mencari Ayah. ketika sampai ditengah lautan, aku tercengang. aku menemukan kapal ayahku! akan tetapi, Kapalnya ditemukan terapung dengan jala yang separuh terangkat dan separuhnya lagi masih ada dilaut. Pastilah ayah tertimpa badai dan ia mencoba menyelamatkan jala dan semua pengapung-pengapungnya. Melihat itu, kami segera berusaha mencari dimana ayahku, hingga akhirnya kami menemukan sesosok tubuh sedang mengapung di tengah lautan. oh tidak.. ITU ADALAH AYAHKU!!

Masih terbayang saat-saat terakhir ayahku memberikan ciuman selamat tinggal padaku, tetapi aku menolaknya. Rupanya itulah "ciuman selamat tinggal terakhir" kepadaku.

Aku sangat menyesal,,,..Kalian tak bisa bayangkan apa yang akan kukorbankan hanya sekedar untuk mendapatkan lagi sebuah ciuman pada pipiku….untuk merasakan wajah tuanya yang kasar……untuk mencium bau air laut dan samudra darinya…..untuk merasakan tangan dan lengannya merangkul leherku.

Ahh, sekiranya saja aku jadi pria dewasa saat itu., aku pastilah tidak akan pernah memberi tahu ayahku bahwa aku terlalu tua ‘tuk sebuah ciuman selamat tinggal.

Semoga kita tidak menjadi terlalu tua untuk menunjukkan cinta kasih kita…..

(Thomas Charles Clary)

maspeypah
  • Digg
  • Facebook
  • Google
  • StumbleUpon
  • TwitThis

Artikel Menarik Lainnya



Komentar :

ada 0 comment ke “Sebuah Ciuman Selamat Tinggal”

Posting Komentar