Dengan berkelompok kita mempelajari loyalitas, kehormatan, dan keadilan-perilaku moral yang mendasar dari diri kita dan tanggung jawab personal serta kelompok. Pelan-pelan kita akan merasakan bahwa semua adalah satu. Didalam sebuah kelompok dibutuhkan sebuah loyalitas dari individu-individu angotanya. Loyalitas sendiri merupakan insting, hukum tak tertulis yang berlaku bagi semua anggota kelompok khususnya dimasa kritis. Hukum tak tertulis ini merupakan bagian dari system kelompok dan bahkan lebih berpengaruh bila dibandingkan dengan cinta. Kelompok disini bukan hanya sekolompok organisasi massa, partai politik, ataupun negara tapi bisa dimulai dari hubungan pertemanan, berpacaran, pernikahan, dan keluarga.
Kita semua bisa loyal terhadap anggota keluarga yang kebetulan tidak kita sukai, loyal terhadap orang se-etnik walaupun kita tidak mengenalnya secara personal, loyal kepada pemimpin bangsa yang kita dukung biarpun hanya janji dan gambarnya saja yang pernah kita lihat dan dengar. Loyalitas kelompok ini mempengaruhi individu sedemikian kuat, khususnya apabila salah satu bagian kelompok berkonflik dengan musuh atau seseorang atau persoalan yang berhubungan dengan nilai-nilai personal kelompok ataupun individu itu sendiri. kita juga bisa sangat loyal terhadap pasangan dan membutakan pikiran kita walaupun fakta mengatakan pasangan kita tidak diinginkan oleh kelompok kita sebelumnya. Loyalitas semacam inilah yang pada akhirnya akan menjadi racun dalam kelompok manapun apabila individu-individu didalamnya mengartikan secara sempit. Loyalitas merupakan sifat terindah dari setiap kelompok, mungkin lebih tepat jika kita menyebutnya sebagai sifat yang paling istimewa selama loyalitas tersebut dijalankan sebagai sebuah komitmen dengan bobot yang sama baik individu maupun kelompok.
Selain loyalitas, sebuah kelompok juga membutuh kehormatan untuk mengikatnya menjadi semakin kuat. Setiap kode kehormatan dari kelompok merupakan kombinasi dari tradisi agama, etnik dan ritual. Ritual layaknya “baptis” dalam kelompok secara energitas akan menumbuhkan benih spiritualitas dan kebanggaan dalam setiap anggota baru. Perasaan bangga ini akan memancarkan kekuatan yang mengikat kita untuk menjaga setiap komitmen yang telah menjadi kesepakatan bersama. Kode kehormatan juga akan menimbulkan sebuah pola pikir bersih dimana setiap individu selain akan menjaga kehormatan kelompoknya keluar, juga kedalam. Apabila ada anggota kelompok yang merasa tidak senang kepada yang lain dan ia menceritakan alasan ketidaksenangannya tersebut maka secara langsung kita sudah berhadapan pada satu dilema. Apabila kita sebagai individu sekaligus bagian dari kelompok hanya memiliki loyalitas dan yang lebih celaka lagi kita mengartikan loyalitas itu secara sempit, maka akan memunculkan kemungkinan dimana kita akan menilai kasus diatas hanya dari kepentingan sesaat. Kita cenderung akan menggunakan azas benar dan salah, siapa yang lebih berguna, dan sebagai manusia biasa kita tidak akan bisa lepas dari suatu penilain yang bersifat personal subyektif sehingga setiap keputusan dari azas yang kita gunakan diatas adalah untuk kepentingan pribadi dengan berlindung dibalik kepentingan kelompok. Kehormatan dalam kelompok akan menjadikan kita berpikir lebih panjang demi kepentingan bersama dan untuk waktu yang lebih panjang pula.
Loyalitas dan kehormatan kelompok akan menjaga setiap anggota untuk menjaga komitmennya terhadap kelompok. Sebaliknya, kelompok harus bisa memberikan “keadilan” untuk membalas apa yang telah diberikan oleh anggotanya. Keadilan dalam kelompok bisa berwujud seperti nyawa dibayar nyawa, perlakukan orang lain sebagaimana seharusnya ia diperlakukan, atau sejenis pemberian hukum karma. Keadilan yang diberikan oleh kelompok harus dapat digunakan dalam memepertahankan tatanan sosial yang bisa dijabarkan dengan “membalas tindakan terhadap orang lain yang dianggap membahayakan baik kepada anggota maupun kelompok itu sendiri dimana hal membahayakan tersebut dilakukan tanpa alasan yang jelas.” Selain sebagai pembalasan, keadilan kelompok ini juga dapat diterapkan sebagai sebuah perlindungan kepada setiap individu didalamnya. Namun keadilan kelompok ini tidak diberlakukan tanpa adanya perintah atau kesepakat kelompok, diberikan kepada bagian kelompok yang ingin mengambil keuntungan pribadi, dan kepada setiap orang yang dianggap sebagai ancaman oleh kelompok. Keadilan dalam kelompok bisa juga diartikan sebagai sebuah balas dendam. Karena bisa dapat dipastikan bahwa jika tindakan balas dendam ini dilakukan sendiri oleh individu yang tersakiti, maka tindakan tersebut akan menjadi tidak terkontrol. Untuk meminimalisir aksi balas dendam yang bisa menjadi benih dendam baru, maka disinilah peran keadilan dalam kelompok diperlukan. Jika saja rasa keadilan kelompok ternyata tidak bisa memuaskan secara pribadi atau menghalangi kemajuan kita, maka kita harus memberanikan diri mengambil tindakan yang bersifat murni individu dengan atau tanpa persetujuan dari kelompok selama tindakan kita tidak mengurangi kehormatan kelompok dan siap menanggung resikonya secara personal.
Kita semua bisa loyal terhadap anggota keluarga yang kebetulan tidak kita sukai, loyal terhadap orang se-etnik walaupun kita tidak mengenalnya secara personal, loyal kepada pemimpin bangsa yang kita dukung biarpun hanya janji dan gambarnya saja yang pernah kita lihat dan dengar. Loyalitas kelompok ini mempengaruhi individu sedemikian kuat, khususnya apabila salah satu bagian kelompok berkonflik dengan musuh atau seseorang atau persoalan yang berhubungan dengan nilai-nilai personal kelompok ataupun individu itu sendiri. kita juga bisa sangat loyal terhadap pasangan dan membutakan pikiran kita walaupun fakta mengatakan pasangan kita tidak diinginkan oleh kelompok kita sebelumnya. Loyalitas semacam inilah yang pada akhirnya akan menjadi racun dalam kelompok manapun apabila individu-individu didalamnya mengartikan secara sempit. Loyalitas merupakan sifat terindah dari setiap kelompok, mungkin lebih tepat jika kita menyebutnya sebagai sifat yang paling istimewa selama loyalitas tersebut dijalankan sebagai sebuah komitmen dengan bobot yang sama baik individu maupun kelompok.
Selain loyalitas, sebuah kelompok juga membutuh kehormatan untuk mengikatnya menjadi semakin kuat. Setiap kode kehormatan dari kelompok merupakan kombinasi dari tradisi agama, etnik dan ritual. Ritual layaknya “baptis” dalam kelompok secara energitas akan menumbuhkan benih spiritualitas dan kebanggaan dalam setiap anggota baru. Perasaan bangga ini akan memancarkan kekuatan yang mengikat kita untuk menjaga setiap komitmen yang telah menjadi kesepakatan bersama. Kode kehormatan juga akan menimbulkan sebuah pola pikir bersih dimana setiap individu selain akan menjaga kehormatan kelompoknya keluar, juga kedalam. Apabila ada anggota kelompok yang merasa tidak senang kepada yang lain dan ia menceritakan alasan ketidaksenangannya tersebut maka secara langsung kita sudah berhadapan pada satu dilema. Apabila kita sebagai individu sekaligus bagian dari kelompok hanya memiliki loyalitas dan yang lebih celaka lagi kita mengartikan loyalitas itu secara sempit, maka akan memunculkan kemungkinan dimana kita akan menilai kasus diatas hanya dari kepentingan sesaat. Kita cenderung akan menggunakan azas benar dan salah, siapa yang lebih berguna, dan sebagai manusia biasa kita tidak akan bisa lepas dari suatu penilain yang bersifat personal subyektif sehingga setiap keputusan dari azas yang kita gunakan diatas adalah untuk kepentingan pribadi dengan berlindung dibalik kepentingan kelompok. Kehormatan dalam kelompok akan menjadikan kita berpikir lebih panjang demi kepentingan bersama dan untuk waktu yang lebih panjang pula.
Loyalitas dan kehormatan kelompok akan menjaga setiap anggota untuk menjaga komitmennya terhadap kelompok. Sebaliknya, kelompok harus bisa memberikan “keadilan” untuk membalas apa yang telah diberikan oleh anggotanya. Keadilan dalam kelompok bisa berwujud seperti nyawa dibayar nyawa, perlakukan orang lain sebagaimana seharusnya ia diperlakukan, atau sejenis pemberian hukum karma. Keadilan yang diberikan oleh kelompok harus dapat digunakan dalam memepertahankan tatanan sosial yang bisa dijabarkan dengan “membalas tindakan terhadap orang lain yang dianggap membahayakan baik kepada anggota maupun kelompok itu sendiri dimana hal membahayakan tersebut dilakukan tanpa alasan yang jelas.” Selain sebagai pembalasan, keadilan kelompok ini juga dapat diterapkan sebagai sebuah perlindungan kepada setiap individu didalamnya. Namun keadilan kelompok ini tidak diberlakukan tanpa adanya perintah atau kesepakat kelompok, diberikan kepada bagian kelompok yang ingin mengambil keuntungan pribadi, dan kepada setiap orang yang dianggap sebagai ancaman oleh kelompok. Keadilan dalam kelompok bisa juga diartikan sebagai sebuah balas dendam. Karena bisa dapat dipastikan bahwa jika tindakan balas dendam ini dilakukan sendiri oleh individu yang tersakiti, maka tindakan tersebut akan menjadi tidak terkontrol. Untuk meminimalisir aksi balas dendam yang bisa menjadi benih dendam baru, maka disinilah peran keadilan dalam kelompok diperlukan. Jika saja rasa keadilan kelompok ternyata tidak bisa memuaskan secara pribadi atau menghalangi kemajuan kita, maka kita harus memberanikan diri mengambil tindakan yang bersifat murni individu dengan atau tanpa persetujuan dari kelompok selama tindakan kita tidak mengurangi kehormatan kelompok dan siap menanggung resikonya secara personal.
(sumber:Caroline Myss, Anatomy of The Spirit & F. Nietzche, Beyond The Good and Evil)
Komentar :
Posting Komentar