translate languages

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

4 Agu 2010

Lee man hong , Pelukis legendaris indonesia

Lee Man Fong adalah seorang pelukis Indonesia yang dilahirkan di China, Ghuangzhaou pada tahun 1913. Ayahnya seorang pedagang dan meninggal pada tahun 1930 saat mereka di Singapura. Setelah ayahnya meninggal Lee Man Fong harus menghidupi adik-adiknya dan ibunya. Dengan kemampuan melukisnya dia menghidupi keluarganya, tapi pekerjaan itu dirasa kurang cukup, kehidupan yang terasa berat dan serba kekurangan membuat Lee Man Fong hijrah ke Jakarta pada tahun 1932, dan mencoba keberuntungannya di Indonesia. Lee Man Fong pun bekerja sebagai pelukis komersil dan agen periklanan.

Pada tahun1936 pemimpin asosiasi Hindia Belanda Timur mengundang Lee Man Fong, yang juga dikenal sebagai pelukis otodidak, untuk berpartisipasi dalam pameran lukisan yang akan diadakan di Belanda. Sebelumnya pameran ini diadakan hanya untuk para pelukis yang berkebangsaan Belanda. Tentu saja undangan ini dianggap sangat luar biasa, dan hal itu membuat marah komunitas seniman Belanda, karena diluar kebiasaan komunitas seniman setempat.


Setelah tahun 1940an, Lee Man Fong mencurahkan segenap waktunya untuk melukis. Dia datang ke Bali tempatnya dia bekerja dan mempersiapkan pameran tunggalnya di Jakarta dan Bandung. Pameran tunggalnya yang di Jakarta dilaksanakan pada bulan Mei 1941.

“Saya suka Indonesia” kalimat itu yang sering terlontar dari mulut Lee Man Fong.

Maka ketika Jepang datang ke Indonesia dan hendak menjajah Indonesia,secara gerilya Lee Man Fong turut serta melawan fasisme Jepang hingga akhirnya dia harus terpenjara selama 6 bulan pada tahun 1942. Untunglah dia ditolong oleh Takahashi Masao seorang opsir yang juga seniman ikebana (rangkaian bunga). Mereka berkenalan hingga Takashi Masao tahu kalau Lee Man Fong adalah seorang seniman dan dia tertarik dengan potensi yang dimilikinya maka Lee Man Fong pun dibebaskan.

Pada tahun 1949, Lee Man Fong di beri beasiswa oleh pemerinta Belanda untuk belajar melukis di Belanda selama 3 tahun. Selama itu juga dia sempat mengadakan beberapa pameran tunggal. Dari pameran-pameran ini Lee Man Fong mendapatkan kesuksesan.

Tahun 1952 presiden Soekarno sebagai pecinta seni lukis datang ketempat Lee Man Fong di Jalan Gedong, semangat Lee Man Fong semakin terpacu. Seni lukis bagi Man fong tak lagi cuma alat ekspresi individual, namun juga sebagai perabot yang membantu sebuah
pengabdian. Dan pada tahun 1955 dia mendirikan sebuah perkumpulan Yin Hua, sebagai organisasi pelukis tionghoa, yang berada di Lokasari, Jakarta Kota, dan sering mengadakan pameran. Presiden Soekarno pun sering menghadiri pameran tersebut, bahkan saat lukisan yin hua berada di Tiongkok , Lee Man Fong bertindak sebagai ketua delegasi. Dan itu sangat membuat presiden Soekarno salut juga bangga.

Hubungan Bung Karno dan Man Fong terjalin baik. Lukisan Man-fong yang sempurna, manis, teknis, estetik dan justru terbebas dari paradigma gelora perjuangan, sangat selaras dengan jiwa seni Bung Karno. Karya-karya Man Fong dipandangnya sebagai ventilasi dari kesibukan revolusi. Memang, sang presiden memiliki pandangan tidak terbelenggu kepada tema tertentu. Hal ini terdata di kemudian hari, bahwa tema perjuangan ternyata hanya mencakup tak lebih dari 10 persen belaka dari seluruh koleksinya yang beribu-ribu.

"A thing of beauty is a joy forever", adalah ucapan yang sering keluar dari bibir Bung Karno.

Itu sebabnya lukisan wanita cantik, alam benda yang elok, pemandangan yang tenteram, sudut kampung yang adem, sangat membahagiakannya. Singkat kata, riwayat, pribadi dan karya-karya Man Fong cocok dengan Bung Karno. Hingga usulan Dullah, salah seorang pelukis kesayangan Bung Karno, agar Man Fong menggantikannya jadi pelukis Istana, diterimanya dengan sukacita. Maka pada tahun 1961 Lee Man Fong diangkat resmi menjadi pelukis istana dan warga Indonesia dan semenjak itu dia bekerja untuk Presiden Soekarno untuk waktu lama.

Tapi setelah diangkat menjadi pegawai resmi istana, dan bertugas mengurus koleksi sang presiden, Lee Man Fong merasa ada yang kurang, karena Lee Man Fong bukanlah seorang pekerja kantoran yg terbiasa dengan jam kerja, lingkungan yang protokoler, dan harus selalu patuh terhadap Presiden. Semua itu tak mudah bagi Lee Man Fong. Akhirnya Lee Man Fong mengajak sahabatnya Lim Wasim yang seorang pelukis juga sebagai asisten Lee Man Fong dan Presiden Soekarno pun menyetujuinya.

Ketika Bung Karno turun dari kekuasaan awal tahun 1966, koleksi lukisannya ada sekitar 2.300 bingkai. Jumlah yang bukan main! Bahkan ada yang menyebut, inilah koleksi lukisan terbesar seorang Presiden di seputar Bumi, kala itu. Dan ketika kekisruhan politik dimulai, apa boleh buat, Lee Man-fong yang tak berpolitik terpaksa "lari" ke Singapura.

Dullah selama beberapa tahun berdiam diri di rumah, lantaran diincar sebagai Soekarnois. Dan Lim Wasim? "Syukur saya tetap dipertahankan di Istana sampai tahun 1968. Tapi dengan pekerjaan yang tak jelas. Dan tiap pagi harus apel, tiap kali harus lapor," kisahnya.

Hasil pengabdian para pelukis Istana itu dinampakkan lewat buku monumental Lukisan-lukisan dan Patung-patung Koleksi Presiden Sukarno. Yang pertama disusun Dullah, terbit dalam 2 jilid tahun 1956. Dan disusul dua jilid berikutnya 1961. Buku ini disempurnakan oleh Lee Man Fong, dan terbit 1964 dalam lima jilid.

Pada tahun 1985, karena kecintaannya yang begitu besar pada Indonesia, Lee Man Fong kembali ke tanah air. Pada tahun 1988 dia meninggal di Puncak, Jawa Barat, karena sakit liver dan paru-paru yang di deritanya.

maspeypah
  • Digg
  • Facebook
  • Google
  • StumbleUpon
  • TwitThis

Artikel Menarik Lainnya



Komentar :

ada 0 comment ke “Lee man hong , Pelukis legendaris indonesia”

Posting Komentar