Alkisah di sebuah hutan, hiduplah seekor gajah yang sangat besar dan gagah perkasa. Dia sangat sombong dan menganggap tidak ada yang bisa mengalahkan kekuatannya.
Suatu waktu, gajah tersebut secara sengaja menarik putus dengan belalainya sebuah cabang pohon, dimana ada sarang burung dan telur di dalamnya.
Jangankan meminta maaf, gajah tsb malah tertawa menghina induk burung yang menangis tersedu-sedu. Gajah tsb berlalu dengan angkuhnya dan menyatakan tidak ada yang bisa diperbuat oleh induk burung dan dia sama sekali tidak takut akan pembalasan si induk burung.
Ternyata tidak hanya induk burung yang pernah diperlakukan secara sewenang-wenang oleh gajah tsb. Banyak lagi binatang-binatang kecil di hutan yang sakit hati terhadap si gajah.
Induk burung lalu mencari teman-temannya yang pernah disakiti oleh si gajah. Mereka bersepakat untuk bekerja sama mengalahkan dan melenyapkan si gajah sehingga tidak bisa mengganggu penghuni hutan lagi.
Peran pertama dimainkan oleh pelatuk. Dalam kesempatan yang tepat, pelatuk mematuk kedua mata si gajah hingga buta.
Sekelompok lalat lalu mengerubungi kedua mata gajah yang sudah terluka parah dan menempelkan berbagai kotoran yang melekat di kaki-kaki mereka.
Tidak lama, luka di kedua mata gajah mengalami infeksi. Si gajah buta, dalam kondisi lemah karena kehausan, berjalan terseok-seok mencari air.
Sekarang giliran para kodok yang bersuara nyaring dekat sebuah lubang besar yang dalam dan kering, untuk menipu si gajah seakan-akan ada sumber air.
Si gajah yang menduga ada air, bergegas ke arah suara para kodok. Terjungkallah ia ke dalam lubang, lalu terperangkap, dan akhirnya mati di sana.
Janganlah pernah bersombong diri hanya karena memiliki pengetahuan, kekayaan, kekuatan, atau kekuasaan.
Jika terjadi ketidakadilan dan penindasan, yang lemah bisa bersatu mengalahkan yang kuat, sombong, dan pongah.
Suatu waktu, gajah tersebut secara sengaja menarik putus dengan belalainya sebuah cabang pohon, dimana ada sarang burung dan telur di dalamnya.
Jangankan meminta maaf, gajah tsb malah tertawa menghina induk burung yang menangis tersedu-sedu. Gajah tsb berlalu dengan angkuhnya dan menyatakan tidak ada yang bisa diperbuat oleh induk burung dan dia sama sekali tidak takut akan pembalasan si induk burung.
Ternyata tidak hanya induk burung yang pernah diperlakukan secara sewenang-wenang oleh gajah tsb. Banyak lagi binatang-binatang kecil di hutan yang sakit hati terhadap si gajah.
Induk burung lalu mencari teman-temannya yang pernah disakiti oleh si gajah. Mereka bersepakat untuk bekerja sama mengalahkan dan melenyapkan si gajah sehingga tidak bisa mengganggu penghuni hutan lagi.
Peran pertama dimainkan oleh pelatuk. Dalam kesempatan yang tepat, pelatuk mematuk kedua mata si gajah hingga buta.
Sekelompok lalat lalu mengerubungi kedua mata gajah yang sudah terluka parah dan menempelkan berbagai kotoran yang melekat di kaki-kaki mereka.
Tidak lama, luka di kedua mata gajah mengalami infeksi. Si gajah buta, dalam kondisi lemah karena kehausan, berjalan terseok-seok mencari air.
Sekarang giliran para kodok yang bersuara nyaring dekat sebuah lubang besar yang dalam dan kering, untuk menipu si gajah seakan-akan ada sumber air.
Si gajah yang menduga ada air, bergegas ke arah suara para kodok. Terjungkallah ia ke dalam lubang, lalu terperangkap, dan akhirnya mati di sana.
Janganlah pernah bersombong diri hanya karena memiliki pengetahuan, kekayaan, kekuatan, atau kekuasaan.
Jika terjadi ketidakadilan dan penindasan, yang lemah bisa bersatu mengalahkan yang kuat, sombong, dan pongah.
Komentar :
Posting Komentar