Kehidupan rumah-tangga sulit terhindar dari perselisihan, pada umumnya perselisihan ataupun alasannya kurang mendapatkan perhatian. Penelitian terkini di Amerika mengungkap, hal utama dalam perselisihan atau konflik suami-istri bukannya pada frekuensi ataupun apa yang diperselisihkan.
Perselisihan suami istri melainkan pada hubungan antar laki-laki dan perempuan yang serba pelik, bagaimana menghadapi perselisihan, bagaimana mereka menyelesaikan konflik sehingga hubungan pernikahan tetap sehat, pengaruhnya terhadap kesehatan mereka, lagi pula ternyata, pengaruhnya terhadap kesehatan perempuan jauh melebihi laki-laki.
Menurut laporan The New York Times, penelitian Framingham dari Massachusetts mengenai reaksi konflik suami-istri yang diadakan secara berkesinambungan selama 10 tahun terhadap lebih dari 3.500 pasangan mengungkapkan, 32% laki-laki dan 23% perempuan pada saat berselisih dengan pasangannya menekan emosi dan bungkam.
Keadaan ini disebut membungkam (self-silencing). Menurut laporan Psychosomatic Medicine bulan Juli, bagi laki-laki, membungkam pada saat berselisih tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan, namun perempuan akan dihadapkan pada risiko kematian empat kali lebih besar daripada laki-laki. Pada saat terjadi konflik, laki-laki tetap memelihara penampilan damai tidaklah masalah, namun perempuan akan menanggung risiko kesehatan.
Ahli penyakit epidemik Elaine Eaker dari Gaithersburg, Maryland, yang juga merupakan editor kepala penelitian tersebut menyatakan, ketika seorang perempuan menekan emosi atau bungkam pada saat terjadi konflik, akan sangat berpengaruh negatif terhadap faal tubuhnya, bila berkepanjangan malah akan lebih mengancam kesehatan.
Selain itu ditemukan oleh Prof Dana Crowley Jack dalam penelitian lintas bidang studi Universitas Washington Barat, Amerika, mengenai taraf berbungkam (Silencing the Self Scale), ternyata berbungkam sangat berhubungan dengan berbagai penyakit lahir dan batin, di antaranya termasuk melancholia, tidak berselera makan, rakus dan sakit jantung.
Pada saat terjadi konflik suami-istri reaksi perasaan hati juga dapat mengakibatkan ancaman laten bagi kesehatan. Peneliti Negara Bagian Utah mengambil rekaman video kehidupan 150 pasangan suami-istri, berharap mengungkap pengaruh corak konflik pasangan terhadap kesehatan jantung.
Pasangan-pasangan ini kebanyakan berusia 60 tahunan, sudah menempuh kehidupan berumah-tangga melebihi 30 tahun, juga tidak menunjukkan gejala sakit jantung. Mereka diminta mendiskusikan topik kehidupan yang mengundang konflik, seperti masalah keuangan atau tetek bengek urusan tanggung jawab rumah tangga.
Hasil perselisihan dikategorikan menjadi: yang lunak, yang bermusuhan, yang dapat dikendalikan atau yang penurut. Secara periodik koroner jantung mereka juga di-scan, karena merupakan indikator penyakit jantung.
Menurut laporan The New York Times, penelitian Framingham dari Massachusetts mengenai reaksi konflik suami-istri yang diadakan secara berkesinambungan selama 10 tahun terhadap lebih dari 3.500 pasangan mengungkapkan, 32% laki-laki dan 23% perempuan pada saat berselisih dengan pasangannya menekan emosi dan bungkam.
Keadaan ini disebut membungkam (self-silencing). Menurut laporan Psychosomatic Medicine bulan Juli, bagi laki-laki, membungkam pada saat berselisih tidak begitu berpengaruh terhadap kesehatan, namun perempuan akan dihadapkan pada risiko kematian empat kali lebih besar daripada laki-laki. Pada saat terjadi konflik, laki-laki tetap memelihara penampilan damai tidaklah masalah, namun perempuan akan menanggung risiko kesehatan.
Ahli penyakit epidemik Elaine Eaker dari Gaithersburg, Maryland, yang juga merupakan editor kepala penelitian tersebut menyatakan, ketika seorang perempuan menekan emosi atau bungkam pada saat terjadi konflik, akan sangat berpengaruh negatif terhadap faal tubuhnya, bila berkepanjangan malah akan lebih mengancam kesehatan.
Selain itu ditemukan oleh Prof Dana Crowley Jack dalam penelitian lintas bidang studi Universitas Washington Barat, Amerika, mengenai taraf berbungkam (Silencing the Self Scale), ternyata berbungkam sangat berhubungan dengan berbagai penyakit lahir dan batin, di antaranya termasuk melancholia, tidak berselera makan, rakus dan sakit jantung.
Pada saat terjadi konflik suami-istri reaksi perasaan hati juga dapat mengakibatkan ancaman laten bagi kesehatan. Peneliti Negara Bagian Utah mengambil rekaman video kehidupan 150 pasangan suami-istri, berharap mengungkap pengaruh corak konflik pasangan terhadap kesehatan jantung.
Pasangan-pasangan ini kebanyakan berusia 60 tahunan, sudah menempuh kehidupan berumah-tangga melebihi 30 tahun, juga tidak menunjukkan gejala sakit jantung. Mereka diminta mendiskusikan topik kehidupan yang mengundang konflik, seperti masalah keuangan atau tetek bengek urusan tanggung jawab rumah tangga.
Hasil perselisihan dikategorikan menjadi: yang lunak, yang bermusuhan, yang dapat dikendalikan atau yang penurut. Secara periodik koroner jantung mereka juga di-scan, karena merupakan indikator penyakit jantung.
Secara dramatis terungkap bahwa model konflik mutlak berhubungan dengan risiko penyakit jantung. Prof Timothy W. Smith guru besar psikologi Universitas Utah menegaskan bahwa model konflik suami-istri erat berhubungan dengan risiko penyakit jantung, sama halnya dengan merokok dan kadar kolesterol sangat erat berhubugan dengan risiko penyakit jantung. Prof Smith telah melaporkan temuan ini kepada Institusi Kedokteran Fisik dan Jiwa Amerika pada 2006.
Sikap suami dapat lunak ataupun bermusuhan, perselisihan suami-istri dapat sangat mengancam kesehatan jantung perempuan.
Prof Smith mencontohkan kasus konflik keuangan: Suami A berkata, “Apakah kamu tidak lulus matematika Sekolah Dasar?”
Suami B justru menyampaikan dengan cara lain, “God bless you! Dalam hal lain kamu sangat ahli, sayang tidak mengerti tentang tata buku keuangan rumah tangga. “
Kedua orang ini semuanya mengkritik kemampuan mengatur keuangan sang istri, namun pernyataan suami B lebih baik. Para peneliti berpendapat, cara berargumentasi yang lebih lunak dapat mengurangi risiko istri terserang sakit jantung. Namun bagi kesehatan jantung laki-laki kelihatannya sama sekali tidak berpengaruh.
Menurut para ahli, perselisihan dalam hidup berumah-tangga memang tak terhindarkan, tapi Anda harus belajar mematut diri. Di satu sisi hendaknya dapat menyatakan kekawatiran Anda, di sisi lain janganlah melukai perasaan pihak lain.
Para ahli juga menyarankan kaum perempuan yang cenderung berbungkam, hendaknya berusaha tenang sejak awal perselisihan, menjernihkan pikiran diri untuk membangun kemampuan menyelesaikan masalah.
Semakin banyak penelitian menemukan bahwa kondisi batin dan kesehatan tubuh memiliki hubungan yang erat tak terpisahkan. Sehari menjadi suami istri akan terkenang sampai lama, kesulitan dalam hidup berumah-tangga memang tak terhindarkan, dalam menghadapi konflik mengapa masing-masing tidak saling mengalah, menempatkan diri berpikir bagi pihak lain?
Secara bijaksana menggunakan model komunikasi yang baik menggantikan depresi berbungkam atau mencaci-maki, sehingga perselisihan akan dengan mudah disingkirkan dan kesehatan tubuhpun dapat terpelihara. (Erabaru.net)
Sikap suami dapat lunak ataupun bermusuhan, perselisihan suami-istri dapat sangat mengancam kesehatan jantung perempuan.
Prof Smith mencontohkan kasus konflik keuangan: Suami A berkata, “Apakah kamu tidak lulus matematika Sekolah Dasar?”
Suami B justru menyampaikan dengan cara lain, “God bless you! Dalam hal lain kamu sangat ahli, sayang tidak mengerti tentang tata buku keuangan rumah tangga. “
Kedua orang ini semuanya mengkritik kemampuan mengatur keuangan sang istri, namun pernyataan suami B lebih baik. Para peneliti berpendapat, cara berargumentasi yang lebih lunak dapat mengurangi risiko istri terserang sakit jantung. Namun bagi kesehatan jantung laki-laki kelihatannya sama sekali tidak berpengaruh.
Menurut para ahli, perselisihan dalam hidup berumah-tangga memang tak terhindarkan, tapi Anda harus belajar mematut diri. Di satu sisi hendaknya dapat menyatakan kekawatiran Anda, di sisi lain janganlah melukai perasaan pihak lain.
Para ahli juga menyarankan kaum perempuan yang cenderung berbungkam, hendaknya berusaha tenang sejak awal perselisihan, menjernihkan pikiran diri untuk membangun kemampuan menyelesaikan masalah.
Semakin banyak penelitian menemukan bahwa kondisi batin dan kesehatan tubuh memiliki hubungan yang erat tak terpisahkan. Sehari menjadi suami istri akan terkenang sampai lama, kesulitan dalam hidup berumah-tangga memang tak terhindarkan, dalam menghadapi konflik mengapa masing-masing tidak saling mengalah, menempatkan diri berpikir bagi pihak lain?
Secara bijaksana menggunakan model komunikasi yang baik menggantikan depresi berbungkam atau mencaci-maki, sehingga perselisihan akan dengan mudah disingkirkan dan kesehatan tubuhpun dapat terpelihara. (Erabaru.net)
Komentar :
Posting Komentar