translate languages

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

10 Apr 2011

Belajar Bermurah hati

Hari ini secara tidak sengaja, saya telah membuka tulisan dalam buku harian yang belum terselesaikan pada satu bulan yang lalu. Menemukan suatu kejadian kecil saat itu yang masih sangat menarik, dan juga masalah tersebut memiliki banyak perkembangan di kemudian hari, maka dari itu saya lanjutkan untuk menyelesaikan tulisan itu:

Sore hari, ketika saya sedang menulis artikel, tiba-tiba terdengar suara "Braak!" Saya memalingkan kepala, melihat anak bungsu saya yang masih balita sedang duduk di atas permadani, sekujur tubuhnya penuh dengan butiran nasi yang telah dia tumpahkan dari piring.

Tangannya sedang memegang buah pir. Saya segera mengerti, ketika dia menginjak kursi meng-ambil buah pir yang terletak dipiring buah di atas meja. Ketika akan menuruni kursi, tangan kecil diatas meja yang digunakan untuk menopang tubuhnya turun dari kursi kurang sempurna sehingga menumpahkan setengah piring nasi yang baru saja saya letakkan di atas meja.

Badannya juga terjatuh ke bawah, pantatnya membentur lantai dan terduduk di sana. Reaksi pertama saya adalah harus tenang. Anak saya nampaknya tidak apa-apa, hanya saja tampangnya seperti orang yang baru saja mendapat musibah. Saya bergegas memegang tangan kecilnya dan memapahnya untuk berdiri.

Kemudian butiran nasi berserakan diatas lantai, ketika saya memungut nasi dan gumpalan nasi yang masih bersih saya taruh kembali ke dalam piring, saya mendapatkan bahwa bukan hanya saya tidak marah, bahkan masih bisa menyadari bahwa ini adalah kesalahan saya, karena setelah selesai makan, saya tidak segera membereskan meja.

Dulu, jika anak menumpahkan sesuatu, secara naluri menganggap sepertinya kesalahan itu pada anak. Selalu akan memarahi anak itu walau satu atau dua patah kata. Kemudian hari saya merasakan bahwa cara ini sangat tidak baik, lalu saya coba untuk merubahnya. Berangsur-angsur berubah lebih baik, tapi perubahan itu selalu kurang sempurna.

Sekali ini, akhirnya saya bisa menahan perangai, dan menemukan bahwa kesalahan itu berada pada diri sendiri. Kemudian saya berkata pada anak saya, "Ini adalah kesalahan Mama."
Serasa anak saya menjadi agak lega, ia lalu bertanya, "Oh! Mengapa?"

"Karena setelah makan, Mama tidak segera membereskan piringnya! Lain kali adik juga harus lebih hati-hati ya," dengan tulus saya berkata kepadanya. "Baiklah!" Anak saya menganggukkan kepala. Saat itu, saya merasakan semacam suasana yang sangat damai bertebaran di udara. Sekali lagi merasakan melewati kultivasi diri secara terus-menerus, berangsur-angsur telah merubah konsep yang kurang baik, akhirnya bisa melakukan kebaikan yang keluar dari dalam lubuk hati. Bermurah hati terhadap orang lain adalah semacam perasaan yang sangat baik, bersamaan dengan itu juga bisa merasakan sedikit penyesalan terhadap hal-hal yang dulu pelaksanaannya kurang baik.

Sekali lagi bersyukur kepada diri sendiri telah mendapatkan jodoh untuk mendapatkan prinsip yang asli, dan berkultivasi di bawah belas kasih Guru yang tanpa batas. Berangsur-angsur menyadari akan bagian-bagian diri yang kurang baik, setelah itu dikultivasikan. Bersamaan dengan hilangnya bagian-bagian yang kurang baik itu, kita akan merasakan perasaan bahagia, beruntung, mantap serta kedamaian di taraf setelah kita mencapai peningkatan.

Kemudian pada suatu hari, ke-tika anak saya sedang makan, telah menumpahkan setengah mangkok kuah, tanpa keraguan sedikit pun saya segera berkata, "Tidak apa-apa, tidak apa-apa, apakah adik terkena kuahnya?" Lalu saya ambilkan lap untuk membersihkan kuah yang tertumpah, terakhir dengan penuh perhatian saya berkata, "Lain kali harus lebih berhati-hati."

Saat itu saya merasakan seluruh keluarga sangat harmonis. Sejak saat itu pula, anak saya jarang sekali menumpahkan sesuatu lagi, mungkin dia terkadang juga kurang hati-hati menumpahkan sesuatu, tapi sudah tidak dapat menyentuh hati saya, mungkin karena demikian sehingga saya tidak teringat.

Suatu hari suami saya akan menggunting kuku, dia menjadi agak marah karena tidak menemukan gunting kuku itu, dan dia juga tahu adalah saya yang meletakkannya di sembarang tempat, dia memberitahukan saya bahwa dia akan mengajak anak pergi bermain, setelah pulang ke rumah nanti gunting kuku itu harus sudah ditemukan.

Suasana rumah segera menjadi tegang. Saat itu anak saya berkata kepada bapaknya, "Jika nanti kita pulang dari bermain, dan Mama masih belum menemukan, Papa harus berkata tidak apa-apa." Anak saya telah belajar bermurah hati! bermurah hati adalah semacam tindakan yang sangat mulia, dia bisa melumerkan banyak sekali perasaan hati yang sempit dan terbatas, dia bisa mempengaruhi orang, karenanya semua akan tidak bermasalah!

Tak kuasa menahan keluhan dalam hati, hasil yang saya peroleh bukankah hanya terletak pada kultivasi diri?! Bersamaan dengan itu telah mempengaruhi dan merubah anak menjadi baik, tepat seperti apa yang dikatakan oleh Guru bahwa "Cahaya Sang Sadar menerangi seluruh penjuru, menegakkan kebe-naran memberi penerangan" dan "memperoleh tanpa mengharapkan".

Setelah melewati masa pengenalan dan penempaan yang terus menerus, setelah proses yang berulang-ulang, akhirnya saya juga bisa berangsur-angsur merubah kebiasaan saya yang sering meletakkan barang di sembarang tempat. Meskipun hanya memiliki dua anak saja, tetapi taraf kebersihan dan kerapian dalam rumah yang saya pertahankan cukup membuat orang lain merasakan bahwa saya adalah seorang ibu rumah tangga yang trampil. Kesemuanya ini adalah hasil dari kultivasi.

Semuanya ini sangatlah bagus. Kehidupan yang bisa mendapatkan jodoh untuk berkultivasi adalah sangat berbahagia. (The Epoch Times/lin)

maspeypah
  • Digg
  • Facebook
  • Google
  • StumbleUpon
  • TwitThis

Artikel Menarik Lainnya



Komentar :

ada 0 comment ke “Belajar Bermurah hati”

Posting Komentar