translate languages

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified

2 Okt 2010

HIDUP INI HANYA SEMENTARA

Salah satu kebiasaan saya ketika membaca Harian 'KOMPAS' adalah menelusuri nama, ayat ataupun kalimat perpisahan yang ada dalam kolom 'Obituari'. Tak bisa dihindari, berbagai perasaan meluap di hati. Merasa tercekat ketika menemukan bahwa nama yang tertera di sana adalah teman masa kecil yang sudah berpuluh tahun berpisah. Menghela napas ketika foto yang ada di kolom tersebut adalah wajah seorang remaja belia yang nampak segar dan penuh cita-cita. Meneteskan air mata haru saat meresapi rangkaian kata curahan kalbu dari keluarga yang berduka.


Mungkin banyak dari kita yang mengenal nama Christina Mandang. Dia mengajar di Kelompok Musik Kreatif di STT Jakarta. Sejak muda tertarik bermain musik menggunakan orgel pipa, dan minat itu menghantarnya meraih gelar master of music dari sebuah Konservatori di Rotterdam, Belanda. Christina sangat menaruh perhatian pada musik gerejawi, karena dia merindukan bahwa jemaat di gereja dapat beribadah dengan benar melalui musik gereja yang benar. Melalui banyak seminar, Christina membekali para pemusik gereja dengan pengetahuan tentang musik gereja, cantorship dan Paduan Suara. Namun, dalam usia 38 tahun, di Minggu 27 Juni 2010 dini hari, Christina meninggalkan dunia ini. Tuhan memanggilnya pulang. Penyebab kematiannya menyentak hati banyak orang. Dia sedang menjadi 'tamu khusus' dalam 'Sidang Raya Penyatuan Dunia Gereja-gereja Reformasi' yang diadakan di Grand Rapids, Michigan, Amerika Serikat. Sabtu malam itu, 26 Juni 2010 dia sedang berjalan di atas trotoar di sepanjang Burton Street. Ketika tiba-tiba beberapa alat penyembur air dinyalakan, ia menghindari basah dengan melangkah ke arah jalan, lalu tertabrak mobil yang sedang melaju. Sempat selama 5 jam ditangani oleh tim dokter, namun nyawanya tak tertolong�

Selama hampir setahun ini, saya saling berkirim email dengan beberapa teman yang dahulu pernah sekolah di SD dan SMP yang sama di sebuah kota kecil di Jawa Timur. Salah satu dari mereka, selama enam bulan terakhir rajin mengirim artikel-artikel yang bersumber pada Firman Tuhan. Tanggal 14 Juni 2010, dia mengabarkan melalui sms bahwa dia sedang berada di Singapura untuk menemui dokternya, namun sang dokter memberikan vonis bahwa penyakit kankernya tak bisa diobati dan dia diminta kembali ke Indonesia. Saya sangat terkejut karena selama ini dia tak pernah bercerita tentang sakitnya. Selain renungan, email yang dia kirim selalu berisi kalimat yang sarat semangat. Tanggal 22 Juni 2010, saat sudah berada di Surabaya, dia memberitahu saya bahwa sebelum berangkat ke Singapura dia dibaptis dengan nama Ignatius. Dia berkata bahwa dia akan terus berupaya agar sembuh dari sakitnya, namun dia katakan juga bahwa masalah usia dia serahkan kepada Allah Bapa di Surga� Itulah sms�nya yang terakhir. Karena setelah tanggal tersebut, kondisinya semakin memburuk dan pada hari Minggu tanggal 11 Juli 2010 Tuhan memanggilnya pulang�

Obituari dan dua peristiwa di atas semakin mengingatkan kita bahwa hidup manusia tidak abadi. Namun, justru karena tidak abadi, maka kita disadarkan untuk mengisi kehidupan ini dengan baik dan benar. Berbekal hukum utama yang diberikan oleh Tuhan Yesus yaitu 'Hukum Kasih', maka kita diminta untuk menjadi garam dan terang hari lepas hari, dalam berbagai warna kehidupan yang kita jumpai dan alami, yang berarti :

- Bersedia menjangkau hati sesama untuk mendengarkan, memperhatikan, menghibur dan menguatkan.

- Bersedia merendahkan diri untuk mengakui kesalahan, mengampuni kesalahan orang lain dan memelihara perdamaian.

- Bersedia dibentuk untuk menyuarakan keadilan dan kebenaran berdasarkan kasih Tuhan.
Kekekalan memang bukan milik dunia ini. Namun Tuhan mengutus kita bukan untuk menyia-nyiakan kehidupan. Tuhan meminta kita untuk 'bertanding' dengan rajin dan tekun, hingga tiba saatnya nanti hari 'pertandingan' itu usai.

Christina Mandang tak pernah tahu bahwa usianya akan berhenti di angka 38, karena masih banyak hal yang ingin dia lakukan. Teman saya pun masih berharap dapat mendampingi isteri yang sedang sakit dan ketiga anaknya yang masih kuliah. Namun, waktu 'pertandingan' itu sudah habis. Peluit telah ditiup, pemain harus berhenti.

Mari mengisi hidup yang sementara ini dengan berbuat kebaikan berdasarkan kasih Tuhan. Mari menjadikan diri sebagai berkat bagi sesama kita. Biarlah Bapa di Surga dimuliakan melalui kebaikan dan keindahan hati yang memancar dari kehidupan kita. ( Matius 5:16 "Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga." ).
*** ( sisilia lilies - kota wisata )


maspeypah
  • Digg
  • Facebook
  • Google
  • StumbleUpon
  • TwitThis

Artikel Menarik Lainnya



Komentar :

ada 0 comment ke “HIDUP INI HANYA SEMENTARA”

Posting Komentar